Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai pemberian abolisi kepada Tom Lembong (TL) dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto (HK) oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah yang berpotensi melemahkan konsistensi penegakan hukum di Indonesia, kendati memiliki dasar konstitusional.
Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk memberikan abolisi dan amnesti dengan mempertimbangkan nasihat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kewenangan ini juga diatur lebih lanjut dalam UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi.
Namun, pemberian abolisi dan amnesti dalam perkara yang sarat muatan politik, seperti kasus yang menimpa TL, dan dugaan tindak pidana korupsi, seperti kasus Hasto Kristiyanto, menimbulkan kekhawatiran serius. Penghapusan tuntutan dan pengampunan hukuman semacam ini dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, khususnya dalam kasus korupsi yang seharusnya diproses melalui mekanisme peradilan yang independen. Jika campur tangan politik semakin mendominasi proses hukum, kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum akan semakin tergerus.
Penghormatan terhadap proses hukum merupakan pilar penting negara hukum. Segala bentuk intervensi politik yang menghentikan atau meringankan proses hukum, meskipun konstitusional, berisiko merusak prinsip persamaan di hadapan hukum atau equality before the law.
Oleh karenanya, PSHK mendesak Presiden dan DPR untuk:
- Menjelaskan pertimbangan dan tujuan pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden dan pertimbangan resmi DPR mengenai persetujuan atas abolisi dan amnesti tersebut kepada publik secara transparan.
- Menjamin bahwa langkah ini tidak akan mengganggu independensi penegak hukum dalam menangani kasus-kasus korupsi di masa depan.
- Menegaskan komitmen Presiden dan DPR terhadap upaya pemberantasan korupsi dan penguatan proses peradilan yang independen dan tidak memihak.
Pemberian abolisi dan amnesti bukan sekadar keputusan politik, tetapi juga pengujian terhadap komitmen negara dalam menegakkan prinsip-prinsip hukum yang adil dan tidak diskriminatif.
Jakarta, 1 Agustus 2025
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
E: pshukum@pshk.or.id
W: pshk.or.id
IG: @pshkindonesia
X: @PSHKIndonesia